Di pertengahan jalan dari Probolinggo menuju Cemoro Lawang
kita akan melewati sebuah pertigaan di desa Ngadisari yang ada petunjuk jalan
besar bertuliskan “WIsata Air Terjun Madakaripura”, di tugu penunjuk jalan sih
cuma menunjukan 5 km, namun ketika jalan kok gak sampai-sampai dan membuat saya
ragu apakan jalan yang kami lalui ini benar karena terasa lebih dari 5
kilometer yang sudah kami lalui di jalan yang naik-turun bukit dan sebagian
jalan yang rusak. Setelah memastikan dengan bertanya kepada penduduk barulah
saya yakin bahwa jalan yang ditenpuh adalah jalan kebenaran.
Puncak air terjun |
Dan akhinya kita tiba di sebuah gapura yang dijaga oleh
beberpa orang yang disini kita harus membayar biaya masuk tanpa tiket, yang
membuat saya ragu apakan ini legal atau illegal. Barisan warung menyambut
kedatangan dilanjutkan dengan patung sosok Patih Gajah Mada di lokasi perkiran.
Karena kita membawa ransel yang lumayan gede sayapun memcari
tempat penitipan, ketika bertanya kepada tukang parkir dijawab. “Titipin
diwarung aja mas..gratis kok”, wah indikasi ini ada kata-kata ‘gratis’ di
belakangnya, namun ketika terdengan lagi “Cukup ngopi-ngopi aja disana” yang
cukup melegakan hati. Toh tidak masalah karena ibunya juga jualan nasi, pas
banget untuk makan siang sehabis kedinginan di air terjun.
Jalan yang harus dilalui |
Ternyata untuk menuju lokasi air terjunnya kita kembali
harus berjalan kaki sekitar setengah jam melewati jalan yang sebenarnya sudah
dibuatkan namun putus dibeberapa tempat sehingga kita harus turun untuk
menyebrang sungai. Ketika kita mulai jalan ada seseorang yang saya curigai
sebagai “Guide” yang terus dekat-dekat dengan kita dan benar saja ketika kita
mulai jalan dia mengikuti kita dan menawarkan diri untuk menemani sampai ke
lokasi, langsung saja saya menolaknya karena jalannya udah jelas dan lumayan
banyak orang juga di sepanjang jalan.
Di sepanjang jalan tampak pipa-pipa besi yang mengalirkan
air bersih untuk penduduk sekitar yang berasal dari puncak bukit di atas air
terjun. Suara-suara binatang hutan seperti monyet menemani perjalanan kita. Dan
baru sadar juga ternyata kita berdua sama-sama memakai kaos Backpacker Borneo
sehingga terlihat seperti pakai kaos couple. Berasa manusia palinng alay
sedunia.
Bagian dari Air Terjun |
Semakin dekat dengan air terjun banyak yang menawarkan sewa
payung dan menjual kantong kresek. Ternyata begitu memasuki lokasi air terjun
kita harus melewati hujan abadi dari tetesan air terjun yang katanya berjumlah
5 buah.
Tebing-tebing hijau berlumut menambah kecantikan air terjun
ini, tetesan air terus membasahi hingga kita tiba di air terjun utama. Untuk masuk
ke air terjun utama kita terlebih dahulu naik tebing batu dan taraaa… berasa
dalam ruangan khusus di dimensi lain. Membayangkan kalau seandainya tiba-tiba
hujan deras dan air bah turun maka kita pasti akan terperangkap di sini karena
jalan satu-satunya adalah tempat kita masuk tadi.
Pintu Masuk |
Ada kolam yang cukup dalam yang bisa digunakan sebagai
tempat mandi selain dibawah kucuran air terjunya. Konon katanya dari sini ada
jalan masuk ke pertapaan Patih Gajah Mata di cerukan di tebing yang tinggi. Maka tak heran ketika masuk ke
lokasi ini kita sudah disambut oleh patung Patih ini di parkiran area.
Karena memang tak tahan dingin sayapun Cuma mandi sebentar
saja, dan begitu puas dengan air terjun ini akhirnya kita kembali pulang dan
tak sabar rasanya untuk menikmati segelas the hangat. Untungya ketika kita
hampir sampai barulah hujan turun.
Edisi Couple :-) |
Ternyata gosip yang saya dengar bahwa motor wisatawan yang
dicuci oleh anak-anak disini memang terbukti. Begitu kita balik dan
melihat motor kita sudah bersih. Tapi saya
sama sekali tidak keberatan bahkan bisa dibilang senang karena memang motor
yang kita naiki sebelumnya sudah tidak jelas lagi warnanya karena tertutup oleh
debu Bromo. “Seikhlasnya aja pak” kata-anak-anak itu. Jadi jangan bawa motor
bersih ke sini biar dicuciin dengan harga yang seikhlasnya..hee
Setelah ganti baju kitapun kembali menaiki Mio merah keramat
dan kemudian langsung kembali ke Kota Surabaya dan kembali ke Kalimantan
keesokan harinya.
Sedih banget melewatkan air terjun Madakaripura pas ke Bromo 4 tahun silam, hiks...
BalasHapusMusti planning lagi ke Bromo ditambah air terjun ajib ini...hehe...
hehe..bnr banget..harusbke sini lgi kayaknya.
BalasHapusbaru tau ada air terjun ini deket bromo. masukin checklist!! :)
BalasHapusYup...wajib nih dikunjungin...!
BalasHapusAku kesana bulan Mei 2012. Waktu mau ke air terjun utamanya, kita ngerayap lewat tebing licin. Aku sempet mikir rasa2nya ga gini banget ngilangin stres soalnya pas jatuh udah disambut batu2 hehehe. Tapi madakaripura emang air terjun yg kueren sekaligus mistis. Krn waktu kesana masih banyak sisa2 sesajen plus hio yg menandakan tadi malam ada sembahyang.
BalasHapusiya harus naik batu itu...q kemran kebanyakan orangnya...jadi antri untuk naik kesitu...
BalasHapusSaya paling tertarik untuk mengunjungi air terjun ini ketika dapat informasi kalau dulunya Mahapatih Gajahmada pernah bertapa di sini. Ternyata jauh banget dari jalan utama, tapi lelah kita terbayar begitu terkena air hujan abadi.
BalasHapusbener banget....gak nyesel dah..
BalasHapuskalo gak pake motor, ada kendaraan umum gak yah buat ke tempat ini? atau ojek gitu? mohon pencerahaannya :D
BalasHapuskendaraan umum cuma sampai pertgaan ke arah bromo..trus dari situ bisa naik ojek...
BalasHapusberapaan yah ojeknya?
BalasHapuskisaran aja
supaya ga diboongin :D
klo harga y kurang tau juga..gak nanya kemaren..:-)
BalasHapusKalo bawa anak umur 6thn, memungkinkan ga ya ke air terjun ini?
BalasHapusBisa kok..asal dijaga aja :-D
Hapusnice, saya masih pengen eksplore lagiii nih air terjun... asyik,...
BalasHapussalam kenal dari ujung timur bagian selatan
belum pernah liaat ternyataaaa... amazing, cuma perna denger doank.
BalasHapuswww.duniawisataku.com