Badannya besar,
badan yang penuh bulu, ditambah dengan wajahnya yang bergelambir
membuatnya di takuti oleh setiap laki-laki dewasa yang berada di sekitarnya,
bahkan memasuki daerah kekuasaannya pun membuat yang lain harus berfikir dua
kali untuk melakukannya. Tom, demikian
dia biasa dipanggil, nama yang singkat, namun nama ini sudah terkenal sampai
Mancanegara, entah sudah berapa kali ia diliput oleh media cetak maupun media
elektronik karena kegagahannya.
Tidak mudah baginya menjadi penguasa di daerah ini, dia
harus merebut kekuasaan dari penguasa terdahulu, Kosasih. Walaupun bisa dibilang
tidak adil karena dia menantang Kosasih yang memang sudah luka-luka karena
memenangkan pertarungan sebelumnya dengan orang lain.
Tom |
Dan akhirnya tentu saja pertarungan ini dimenangkan oleh
Tom, walau tubuhnya penuh luka kemenangannya membuat dia menjadi penguasa sah
selanjutnya daerah ini. Sejak kejadian itu tak ada seorangpun yang melihat
Kosasih, entah dia meninggal atau kabur ke dalam hutan yang lebat tak ada
seorang pun yang tau.
Kisah tersebut bukanlah legenda, namun kejadian nyata di
suatu daerah di Kalimantan Tengah bernama Camp Lakey. Ya, kedua orang yang kita
bicarakan tadi adalah Orangutan, penghuni Taman Nasional Tanjung Puting yang
berada di Kabupaten Kotawaringin Barat dengan ibu kota Pangkalan Bun.
Sebagai warga asli Kalimantan Tengah malu rasanya saya
ketika belum mengunjungi tempat wisata yang sudah terkenal ke mancanegara di provinsi ini, akhirnya
Maret lalu dengan modal kenekatan saya berhasil mengunjungi Taman Nasional
Tanjung Puting.
Sungai berair hitam yang banyak buaya |
Jauh memang jarak yang ditempuh dari tempat tinggal saya di
Puruk Cahu untuk menuju ke sana, setelah perjalanan 12 jam dengan menggunakan mobil travel plat hitam menuju
Palangkaya, menginap satu malam, kemudian besok paginya perjalanan dilanjutkan
lagi selama 11 jam dengan menggunakan
bus menuju Pangkalan Bun. Untungnya di Pangkalan Bun sudah ada teman semasa
kuliah yang bisa dihubungi sehingga tidak perlu memikirkan untuk tinggal dimana
dan bagiamana disana.
Dari informasi yang saya dapatkan dari berbagai sumber
semuanya sampai pada kesimpulan yang sama, bahwa untuk mengunjungi Taman
Nasional Tanjung Puting haruslah dengan menggunakan Kapal, atau yang disebut dengan
Kelotok di Kalimantan. Dan tentunya
tidak cocok untuk kantong seorang backpacker penggemar liburan gratis dan murah seperti saya, apalagi dengan menyewa kapal
yang harganya jutaan dengan seorang diri.
Perpustakaan mini dalam kelotok |
Akhirnya dengan modal tekad dan nekad sayapun menuju Pelabuhan
Kumai, setelah Tanya sana-sini dan melakukan pendekatan ala backpacker akhirnya
saya berhasil mendapatkan kapal grtatis untuk memasuki kawasan taman nasional.
Itupun hanya sampai Camp Pondok Tanggui, selanjutnya biarlah takdir kemana kan
membawa diriku.
Untuk memasuki kawasan Taman Nasional yang mempunyai luas 415.040 ha, yang terdiri atas Suaka Margasatwa Tanjung
Puting seluas 300.040 ha, hutan produksi seluas 90.000 ha (eks. HPH PT
Hesubazah), dan kawasan perairan seluas 25.000 ha, kita
terlebih dahulu membeli tiket masuk sebesar Rp.15.000 untuk wisatawan domestik
dan Rp. 150.000 untuk wisatawan asing.
Ada beberapa stasiun yang biasanya menjadi tempat
persinggahan oleh wisatawan, dan yang pertama yang akan kita singgahi setelah
perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam menyusuri sungai Sekoyer
adalah Camp Tanjung Harapan.
Sesampainya di camp yang tak jauh dari desa dengan nama
yang sama, kita langsung merapatkan kapal di dermaga dan kemudian menunjukan
tiket masuk di pos pejagaan. Untuk dapat melihat Orangutan secara langsung kita
akan menuju tempat feeding, disinilah biasanya Orangutan akan berkumpul pada
saat jam feeding atau pembagian makanan gratis oleh para ranger.
Orangutan di tempat feeding |
Para Orangutan ini diberikan makanan berupa buah-buahan
seperti pisang, ubi, jeruk bali dan lain-lain setiap harinya pada jam yang sama
oleh para ranger, karena Orangutan yang berada disini masih semi liar. Semakin
lama mereka akan semakin jarang datang ke tempat feeding, dan ketika mereka
tidak pernah datang lagi ke tempat ini artinya mereka sudah siap untuk bertahan
hidup di alam liar.
Takjub, itulah yang saya rasakan ketika melihat tingkah
mereka di alamnya langsung, tingkah mereka mirip seperti manusia karena memang
Orangutan memiliki DNA 97 % sama seperti
manusia. Wajah merekapun tidak ada yang sama dan setiap Orangutan mempunyai
nama yang berbeda, hanya para ranger dan sebagian guide yang hapal nama mereka
satu persatu.
Setelah puas bertemu dan melihat Orangutan di Camp Tanjung
Harapan kita kembali melanjutkan perjalanan dengan Kelotok. Ya, angkutan yang
biasanya dipakai ketika mengarungi TNTP memang dengan Kelotok, sebuah kapal
yang dijadikan sebagai tempat tinggal oleh para wisatan selama berada disini.
Kita tidur, makan, dan melakukan aktifitas lainnya di atas
kapal kecil ini, jangan khawatir dengan fasilitasnya, setiap Kelotok biasanya
menyediakan kasur beserta kelambunya untuk kita tidur dimalam hari, menu makan
prasmanan yang disediakan oleh para koki handal, dan tentunya yang tak kalah
penting adalah fasilitas MCK yang sudah standar internasional, dengan toilet
jongkok dan shower.
Kelotok di Tanjung Puting |
Di hari kedua kita melanjutkan ke Camp Pondok Tangggui
dengan menumpang kapal rombongan lain karena kapal kita sedang rusak dan
diperbaiki, rencananya kita akan menunggu di sana sampai kapal selesai diperbaiki.
Walau agak terlambat untuk jam feeding kita tetap trekking
menuju lokasi berkumpulnya Orangutan, dari informasi beberapa wisatawan yang
berpapasan dengan kita, ternyata katanya hanya ada dua Orangutan di sana. Namun
ketika kami hendak kembali datang lagi satu Orangutan sehingga kita bertahan
lebih lama di tempat itu.
Selain Orangutan ada juga hal lain yang bisa dilihat
disini, seperti tak jauh dari lokasi Feeding kita akan menemukan sekumpulan Kantong
Semar, keunikan tumbuhan dengan nama latin Neperthes Ampullaria ini adalah
bentuknya yang seperti kantong berisi air dengan tutup kecil diatasnya. Kita
juga bisa menemukan dengan mudah flora ini di sepanjang jalan pulang ke dermaga.
Berjam-jam menunggu di dermaga kelotok kami belum juga datang,
Pak Satri menawarkan untuk mengantarkan kami ke Camp Lakey dengan kelotok
kecilnya. Setelah bermusyawarah dengan para tamu ahkirnya kita kembali
melanjutkan perjalan dengan kelotok yang lebih kecil, hanya bisa untuk duduk
berjejer kebelakang persatu orang.
Siswi bermalas-malasan |
Kedatangan kami di Camp Lakey disambut oleh Siswi,
Orangutan betina paling usil yang sedang malas-malasan di atas dermaga . Tak
lama setelah kami berangkat kabarnya satu tas camera wisatawan menjadi
korbannya, bahkan satu lensa sampai dimasukan ke mulutnya dan dibawa naik ke atas
pohon, untungnya ada yang berhasil untuk membujuknya untuk mengembalikan
barang-barang tersebut.
Camp Lakey merupakan pusat penelitian Orangutan yang
didirikan oleh Dr. Birute Galdikas dan Rod Brindamour pada tahun 1971, dinamakan
dari nama guru mereka Louis Lakey. Tempat ini tak hanya sebagai pusat
penelitian, tapi juga sebagai pusat rehabilitasi Orangutan, bahkan menjadi yang
pertama di Kalimantan.
Di sinilah juga kami akhirnya bertemu dengan Tom, sang
penguasa Camp Lakey. Ketika dia mendekat ke tempat feeding untuk mengambil
makanan yang diletakan semua Orangutan yang ada di situ menjauh, bahkan dua
ekor babi hutan yang berada di bawah juga lari begitu melihat dia datang.
Tak hanya Tom, ada juga beberapa orangutan yang kita
disini, salah satunya yang menarik perhatian kita adalah sorang ibu Orangutan
yang sedang mengajari anaknya. Bagaimana dia menekuk batang kayu untuk anaknya
belajar bergantungan, mengajarinya untuk berkelahi, dan hal lainnya sangatlah
menarik, mengingat binatang ini mempunyai DNA yang hampir mirip dengan manusia.
Mom and kiddy |
Orangutan Kalimantan mempunyai bulu kemerah-merahan gelap
dan tidak memiliki ekor. Sejalan dengan pertumbuhan usianya, jantan dewasa
mengembangkan pipinya hingga membentuk bantalan. Semakin tua, bantalan pipinya
semakin besar sehingga wajahnya terkesan seram.
Di Camp ini jugalah seorang wisatawan asing yang nekad
untuk berenang ke sungainya yang berwarna hitam dan tak menyadari di balik
semak-semak sepasang mata buaya telah mengintainya. Higga beberapa hari
kemudian jasadnya ditemukan akar-akar pohon bakau di sekitar tempatnya
menceburkan diri. Sejak itulah peraturan dibuat semakin ketat di Taman Nasional
ini untuk melindungi para wisatawan.
Tak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal tempat ini,
hanya kalangan tertentu saja yang mengetahuinya. Walau begitu Taman Nasional
ini sudah mendunia, ribuan wisatawan mancanegara yang mengunjungi tempat ini,
menurut data yang saya dapat dari pihak taman nasional pada tahun 2012 lalu
7.617 wisatawan mancanegara yang mengunjungi tempat ini, bagaimana dengan
wisatawan lokal? Hanya 4.401 orang, perbedaan yang sangat
jauh bukan?
Dermaga tempat turis di makan buaya |
Di sinilah saya harus berpisah dengan teman perjalanan
saya selama dua hari ini, mereka masih melanjutkan perjalanannya di Tanjung Puting
sampai 3 hari kedepan, sedangkan saya besok hari harus kembali ke Pangkalan
Bun. Saya sendiri kembali bersama Pak Satri ke Pondok Tanggui dan merasakan
bagaimana menginap di camp para ranger dengan Orangutan yang berkeliaran
disekitar rumah.
Besok harinya saya tidak jadi ikut speedboat yang sering
lewat dari hulu sungai karena diajak oleh seorang guide untuk ikut di kapalnya
untuk kembali ke Kumai. Setelah kembali menginap selama satu malam di rumah
teman saya besok harinya saya kembali melanjutkan perjalanan ke Surabaya
melalui Bandara Iskandar Pangkalan Bun.
Note:
- Untuk menuju Tanjung Puting kita bisa
terlebih dahulu menuju Kota Pangkalan Bun, bisa dicapai dari kota-kota besar di
Pulau Jawa dengan tarif sekali penerbangan berkisar dari Rp. 500.000 sampai 1
jutaan tergantung musim. Atau untuk lebih murah bisa menuju Palangkaraya atau Banjarmasin
baru dilanjutkan menuju Pangkalan Bun dengan menggunakan Bus.
- Tarif sewa kapal (Kelotok) tergantung dengan besarnya kapal dan
lamanya perjalanan ke dalam kawasan Taman Nasional dari Rp. 600.000 sampai Rp.
2.000.000 per hari, ada juga yang menyewakan dengan paket perorang RP. 450.000
untuk tiga hari untuk minimal 5 orang.
- Setiap wisatawan yang memasuki kawasan TNTP dikenakan tarif masuk,
untuk wisatawan lokal 15 ribu per hari, camera 5 ribu, handycam 15 ribu, tiket
kelotok 50 ribu per kelotok serta parker kelotok per hari 10 ribu. Sedangkan
untuk wisatawan mancanegara 150 ribu per hari, camera 50 ribu, handycam 150
ribu, tiket kelotok 50 ribu per kelotok serta parkir kelotok per hari 10 ribu.
Happy Responsible Travel!
Huaaaaaaaaaa. Saya pengen banget liat Tanjung Puting sejak saya baca bukunya Dee yang Partikel, karena di sana bercerita tentang bagaimana seorang Zarah menjadi fotografer wildlife... Ingin tahu apa rasanya melakukan perjalanan jauh untuk melihat orang utan. :(
BalasHapusayo d wujudin...bisa kok ke sana yg penung nekad aja..hehe
BalasHapusmungkin saya kesana taun depan karena kesibukan kuliah. Kenapa ya, gak dipindah aja sebgaian mponyetnya kekkota dengan membentuk habitat buatan. Supaya gak terlalu jauh.
BalasHapushaha...harus tu orang yg parak ka sini jua...
BalasHapuskada usah gin ke kota, sudah banyk monyet y d kota...hahaha
"Dengan badannya besar, badan yang penuh bulu.." <- bulu? Mereka kan mamalia seperti kita, bukan burung. Harusnya rambut mas. Bulu itu kalu english-nya kan feather, untuk burung. Kalau mereka ya rambut. Kalau di-translate english jadi hair :)
BalasHapusnai itu dia Mas Ari...kita juga udah terbiasa bilang bulu kan..kcuali yg d kpla..trus klo smua d bilang rambut jadi rambut ketek,rambut kaki ato rambut hidung...bukan bulu ketek ato bulu kaki..hehehe
BalasHapusYang udah biasa belum tentu benar dong. Makanya dibiasain bener sekarang. Bahwa memang benar, semua yg Indra sebutin ya rambut, bukan bulu. hehehe,,
BalasHapusMakasih mas ari info yg tokcer...ntr q coba deh..moga gak jd lucu...hihihi
BalasHapusToday, I went to the beach with my kids. I found a sea shell and gave it to my 4 year old daughter and said "You can hear the ocean if you put this to your ear." She placed the shell to her
BalasHapusear and screamed. There was a hermit crab inside and it pinched her ear.
She never wants to go back! LoL I know this is entirely off topic but I had
to tell someone!
Here is my web page - Sac Louis Vuitton
Baru tau kalo di pangkalan bun, selama ini gw mikir nya ke banjarmasin trus lanjut jalan darat :)
BalasHapusMesti rajin cari promo jkt-pangkalan bun haha
bisa juga kok sekalian dari banjarmasin..trus jalur darat ke sana..
BalasHapusSelama ini banyak wisatawan yang mengagumi keindahan ekosistem dan hayati yang ada di TN Tanjung Puting. Jangan terbuai dengan keindahannya saja kawan, dibalik itu semua ada petaka yang sedang dihadapi oleh orangutan, bekantan, owa, dan satwa lainnya yang ada di sana!!! Tapi taukah kalian bahwa sebagian hutan dan satwa liar yang berada di dalam kawasan penyangga Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, konon katanya akan dibuka lahan perkebunan kelapa sawit. Semoga ini tidak terjadi dan terus berlanjut.
BalasHapus#TOLAKKEBUNSAWIT #SAVEORANGUTAN
BalasHapusMas..kalo disana ada sesi foto bareng orangutannya ngga yah? gemes pengen gendong kalo kesana..hihihi
BalasHapusgak boleh di gendogn kaka..kalao mau harus di vaksin dulu..hehe
Hapuswah mas saya pengen banget kesana. 20 tahun besar di kalteng-kalsel gak pernah dapat izin ke TNTP. hari rabu kemaren pengen kesana tapi kami kurang orang. dan hari minggu ini semoga jadi kesana, karena akhirnya saya dapat izin T_T kebanyakan teman-teman saya gak bisa kesana karena gak dapat izin.
BalasHapusfoto-fotonya mantaaap!
amiiiin...harus tu masa parak rumah kada suah ka sni,jangan kalah lawan orang bule..hehe
HapusMau nanya, aku kan cewe. Kalo ke TNTP sendirian aman ga ya? Soalnya kemaren pas mau backpackeran ke Flores sempet ada kejadian ga enak di Lombok gara2 aku sendirian. Makasih ya.. :)
BalasHapuskemarin saya sempat ngobrol sama temen yang mau ekspansi kelapa sawit ke tanah borneo, mereka menyadari akan kerusakan alam jika menanam sawit, tapi itulah manusia sudah tau merusak tapi karena uang mereka tidak peduli :''')
BalasHapusWah, kok ini ada perpustakaan di dalem klotoknya? Seru banget!
BalasHapus