Masih ingat tulisan tetang rotan yang menjadi masakan khas Suku Dayak? Kalau
belum baca bisa dilihat di sini dulu (LINK). Selain jadi makanan dan bahan mebel
rotan juga bisa menjadi karya seni yang indah.
Sekitar 40 kilometer dari Kota Palangkaraya, ada sebuah desa
kecil yang bernama Bukit Rawi. Desa ini bahkan lebih tua dari Kota Palangkaraya
sendiri karena orang pertama yang mendirikan Desa Pahandut (Asal Kota
Palangkaraya) berasal dari Bukit Rawi. Beberapa bangunan tua masih berdiri di
sini, walaupun nampak sudah tua dan tak terawat namun tetap berdiri kokoh. Mayoritas
rumah yang berada di tepi sungai juga dengan bentuk yang terpengaruh oleh
desain khas Eropa dengan jendela yang besar dan banyak.
Tas rotan |
Di depan salah satu rumah di Desa Bukit Rawi nampak beberapa
batang rotan yang dihamparkan di tepi jalan, rotan ini rupanya sedang dijemur
di bawah terik matahari hingga kering dan warnanya yang hijau berubah menjadi
kuning kecoklatan.
Ketika menengok ke dalam rumah, seorang nenek terlihat duduk
diantara rotan yang berserakan. Sebagian masih berbatang-batang, sebagian sudah
diproses menjadi pipih, dan sebagian lagi sudah dalam bentuk anyaman.
Namanya Tambi (nenek) Herta, beliau adalah satu-satunya pengerajin
rotan yang masih bertahan di desa ini. Dibantu oleh keponakannya mereka
memproses batang rotan yang berduri hingga menjadi tas yang cantik, topi,
tempat botol, keranjang bahkan hiasan dinding. Tangan terampil dengan pengalaman puluhan tahun itu mampu mengaplikasikan beragam jenis motif khas suku Dayak ke
dalam bentuk kerajinan yang bernilai.
Tambi Herta di pintu rumahnya |
Ternyata sebelum menjadi hiasan dinding maupun tas ada proses
yang cukup rumit dan panjang yang harus dilalui oleh rotan tersebut. Seiring
dengan usia yang semakin senja, Tambi Herta tidak mampu lagi untuk langsung
mencari rotan ke hutan sperti dulu,, kini dia hanya membeli totan yang sudah
dipotong-potong hingga 6 meter tersebut dari warga sekitar.
Sebelum diproses, mereka harus memastikan batangan tersebut
benar-benar kering. Setelah berwarna kuning kecoklatan rotan tersebut diharus
dipotong menjadi satu atausatu meter setengan dan kemudian dibelah. Dari situ diperoleh
6-12 helai tergantung besar diameter rotan tersebut. Hasil yang sudah dibelah itulah yang akan diproses menjadi
kerajinan. Bagian yang bisa dipakai hanyalah kulit luarnya yang keras, bagian
dalamnya harus dibuang menggunakan alat khusus.
Alat pertama yang dipakai disebut dengan Jangat, dua buah mata pisau yang sudah dibentuk secara khusus
ditancapkan di atas sepotong kayu ulin. Proses memakai alat ini dinamakan Manjangat, belahan rotan tadi dimasukan diantara dua
bilah pisau tadi dan bagian dalamnya menghadap mata pisau yang tajam. Setelah
ditarik perlahan kia bisa melihat bagian dalam tadi terkisis hingga bilahan
tadi menjadi semakin tipis.
Proses manjangat |
Setelah cukup tipis, bilah dimasukan ke alat selanjutnya yang
dinamakan Jangat Balikat. Sedikit
berbeda dengan sebelumnya, alat ini berfungsi untuk memotong dua sisi bilah
rotan tadi hingga berukuran sama dari ujung-ke ujung. Tanpa di samakan anyaman
rotan akan menjadi tidak rapat dan berantakan.
Jangat balikat untuk menyamakan ukuran |
Selanjutnya, sebuah pisau kecil yang disebut dengan Langgei dipakai untuk mengikis bagian
dalamnnya hingga betul-betul tipis. Hanya kain kumal yang digunakan untuk
melindungi tangan dari tajamnnya mata pisau dan toran yang semakin tipis,
proses ini dimakan Mikis.
Mikis menggunakan Langgei |
Hasil dari proses inilah baru bisa dipakai untuk megayam
rotan atau yang disebut dengan Manjawet.
Butuh berhari-hari untuk menyatukan berlembar-lembar rotan tadi hingga
berbentuk seperti tas atau topi, untuk motif yang lebih bervariasi dan bentuk
yang lebih besar seperti tas bisa dibutuhkan waktu seminggu untuk membuatnya.
Manjangat atau menganyam |
Karena itulah, proses yang panjang dan kurangnya pernghargaan
dari pasar membuat generasi muda semakin meninggalkan pekerjaan ini. Hanya orang-orang
tertentu dengan passion atau hobi seperti yang dibilang Tambi Herta yang masih
melestarikan salah satu kerajinan khas Dayak tersebut.
Kerajinan rotan yang sudah selesai, biasanya di titipkan di toko
souvenir di Palangkaraya ataupun dipajang di rumah dan wisatawan yang datang
langsung melihat prosesnya bisa membelinya. Kadang keponakannya juga ikut
pameran mewakili daerah dengan produk rotannya hingga ke Bali.
Hasil jadi tas rotan |
Berbagai macam kerajinan rotan |
Datang ke Kalimantan? Jangan lupa membeli kerajinan yang
terbuat dari rotan sbegai oleh-oleh bagi keluarga atapun dipakai sendiri. Beberapa
jenis tas juga cukup trendi kok untuk dipakai ke pasar ataupun ke kantor.
Happy Responsible
Travel!
Butuh ketelatenan yaaaa
BalasHapusIye bener kak...
HapusUntuk sebuah tas dibutuhkan usaha yang begitu keras dan ketelatenan, karya seperti ini patutlah kita hargai. Ada banyak tangan-tangan yang mengerjakannya dan menggantungkan rezekinya dari sini.
BalasHapusBetul kak, sayang harganya gak sebanding dengan usahanya...
Hapuswaaa bagus kerajinan rotannya, kalau mau beli dipalangkarayanya sebelah mana? waktu itu cuman beli oleh2 emplang doang sama akar pohon :P
BalasHapusDi Jl. Batam banyak kok kak, di toko souvenir ada aja yanng jual...
HapusMenganyam rotan butuh ketelatenan dan kesabaran. Jadi wajar jika cindera mata seperti ini dihargai mahal.
BalasHapusHarusnya seperti itu mas...
HapusMungkin perlu tangan-tangan muda untuk berimajinasi dalam seni kreatif menggabungkan unsur modern dan unsur traditional dari kerajinan rotan ini. Sayang kalau sampai hilang, padahal potensi untuk menciptakan hiasan untuk arsitektur modern masih terbuka luas.
BalasHapusBetul sekali kak..semoga banyak yang masih tertarik untuk melestarikannya
HapusPernah lihat kerajinan serupa di Loksado, ternyata di Bukit Rawi, Kalteng ada juga kerajinan rotan ini. Jadi ingin lihat langsung keuletan pengrajin yang sudah sepuh itu. Nice share, kak Indra. Ditunggu liputan tentang Borneo-nya lagi. :-)
BalasHapusOh iya di Loksado juga ada, tapi merke klo gak salah buat keperluan sehari-hari aja..siap kak, mudah-mudahan konsisten!
Hapuswaaa bagus kerajinan rotannya, kalau mau beli dipalangkarayanya sebelah mana? waktu itu cuman beli oleh2 emplang doang sama akar pohon :P
BalasHapus