Tak terasa sudah lebih satu bulan
sejak saya meninggalkan Kalimantan dan tinggal untuk sementara di kota Labuan
Bajo. Untuk sedikit mengobati kerinduan terhadap tanah kelahiran akhirnya saya
niatkan untuk melunaskan hutang tulisan sekaligus untuk mengupdate blog yang
sudah penuh sarang laba-laba ini.
Postingan ini akan menceritakan
perjalanan menuju salah satu rumah khas suku Dayak Kalimantan yang masih tersisa di Kalimantan
Tengah, yaitu rumah Betang di Desa Tumbang Gagu.
Perjalanan panjang harus ditempuh
untuk menuju desa yang terletak di hulu Kabupaten Katingan ini. Dari
Palangkaraya kita naik mobil menuju desa Tumbang Hiran. Perjalanan selama 4 pertama masih mulus dengan jalan masih
masih bagus, namun setelah mobil menyeberang menggunakan ferry yang terbuat
dari dua buah kapal yang digandeng menuju desa Tumbang Manggu, tidak ada lagi
jalan aspal, dari sini selama 2 jam kita akan melalui jalan perusahaan kayu.
Berkendara di jalan perusahaan
kayu tidaklah sama seperti di jalan umum pada umumnya, jalan yang diperuntukan
untuk mengangkut kayu dengan diameter lebih besar dari drum mempunyai peraturan
yang berbeda.
Terkadang kita harus berkendara
di sebelah kiri dan kadang harus di sebelah kanan, sesuai dengan petunjuk yang
sudah ada. Sayangnya sebagian dari penunjuk arah sudah hilang sehingga bagi
orang yang tidak hapal jalur sangat tidak direkomendasikan untuk menyetir di
sini. Tak ada kata mengalah bagi logging truck.
Akhirnya pukul 1 siang kita tiba
di Desa Tumbang Hiran, setelah makan siang yang agak terlambat kita langsung
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan speedboat. Motoris yang lihai
meliuk-liukan speedboat diantara bebatuan sungai yang kadang menyembul keluar
dan kadang terlihat berombak ketika tertimpa arus, salah sedikit tidak mustahil
body speedboat yang hanya terbuat dari fiber akan terbelah dua. Namun pengalama
selama bertahun-tahun tidaklah sia-sia, akhirnya setelah sektar 45 menit kami
tiba dengan selamat di desa Penda Tanggaring.
Dari sini perjalanan dilanjutkan
dengan berjalan kaki di hutan Kalimantan yang masih teduh selama kurang lebih 2
jam, terkadang kita harus terseok-seok mendaki dan kadang menurun. Hujan hujan
yang lembab dan hampir tidak tertembus sinar matahari membuat daerah ini
menjadi rumah yang nyaman bagi lintah. Kaki yang terbuka karena menggunakan
celana pendek menjadi korbannya.
Tiang-tiang yang terbuat dari
kayu ulin berdiri gagah menyambut kedatangan kami, jalan setapak yang kami
lalui tepat berujung di bagian belakang rumah Betang. Setapak demi setapak
tangga kami naiki dengan berhati-hati karena rumah betang dengan ketinggian
sekitar 5 meter dari permukaan tanah ini mempunyai tangga yang terbuat hanya
dari sepotong kayu.
Dengn hangat penghuni rumah
betang mempersilahkan kami untuk masuk dan beristirahat setelah perjalanan
panjang. Disinilah kita akan berstirahan selama beberpa hari menjelajah desa
Tumbang Gagu dan sekitarnya.
Sementara cukup sampai di sini
dulu ceritanya, nanti kalau rajin nulis lagi dilajutkan ceritanya. :-D
Kayu Ulin memang juara, saya masih ingat beberapa penyanggah rumah panggung saya waktu dulu kayu Ulin. Tidak sekalipun keropos. Sekarang banyak dermaga kecil yang menggunakan Kayu Ulin, sayang harga Kayu Ulin benar-benar mahal sekarang.
BalasHapusBetul kak..ulin kuat sampai ratisan tahun, makin langka sekarang makanya makin mahal
HapusButuh Perjuangan Extra juga ia untuk bisa ke lokasi ....
BalasHapustapi yakin semua pasti akan terbayar lunas nih dengan menginjakkan kaki di tanah asli suku dayak
Banget...perjalanan rasa pertualangan
HapusRumah panggungnya ternyata besar sekali ya ini ukuran berapa ya? Apakah itu artinya Dayak dalam satu rumah hidup banyak kepala keluarga di dalamnya jika melihat dari ukuran rumah?
BalasHapusNanti di jelasin kak ukuran rumahnya..hehe...iya ada bnyak kepala keluarga yang tinggal di rumah betang.
HapusBagus banget rumahnya. Sangat fotogenic ya mas. Mupeng
BalasHapusomnduut.com
Ayo kak balik lagi ke Kalimantan, menjelajah lebih dalam.
HapusKeren banget rumahnya!
BalasHapusSalam kenal ya. Sekalian mau nanya sedikit tentang Palangkaraya.
Mas, kalau ke jalan2 ke TN Sebangau (tanpa pake EO traveling/open trip) apakah memungkinkan? Saya pengen banget ke sana, solo travel, tp cari2 informasi kok rada susah.
Thanks utk responnya :-)
Salam kenal, bisa kok mbak langsung datang aja ke Pelabuhan Kereng Bangkirai.
HapusWah Kak Indra lagi tinggal di Bajo ya? Asiknya! Aku juga kepikiran mau tinggal sementara di sana sambil survei-survei. Btw, gak sabar untuk baca kelanjutan cerita ini dan penasaran foto-foto lainnya dari rumah ini.
BalasHapusAyo kak sama-sama ke sini..
Hapuskak mau tanya ada foto foto di dalam rumah ga? atau bisa ceritain didalam rumahnya kaya apa? kaya pembagian ruangnya gitu? aku lagi cari cari data buat tugas akhir, tapi ga bisa langsung ke kalimantan, karna aku di jawa, makasih kak sebelumnya :)
BalasHapusNanti dilanjutin mbak nulisnya klo lagi rajin...hehe
HapusPerjuangan banget ya untuk sampe sana. Klo liat rumah panggung gitu jadi inget rumah rumah di kampung ku. Nggak full panggung sih, sebagian aja. Tapi tetep liatnya adem
BalasHapusIya perjuangannya terbayar begitu sampai di sini
Hapuskentang nih,, ayo mas dilanjutkan ahaha...
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu-
Hey very nice blog! capitalone.com
BalasHapusBagus informasinya. Saya rencana akan mengajak teman-teman ke sana, sekalian membuat jaringan traveling di Kalimantan. Baskoro, jurnalis....wwww.catatanbaskoro.wordpress.com
BalasHapus